Indonesia Tetapkan Kuota Emisi Pembangkit Listrik Batu Bara

 Indonesia targetkan untuk mengeluarkan kuota emisi beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara dalam bulan ini sebagai langkah awal untuk menciptakan mekanisme perdagangan karbon dalam negeri, kata pejabat energi, Selasa (24/1).


pltu
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lontar, Tangerang - ANTARA/Muhammad Iqbal

Di antara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, Indonesia tahun lalu menetapkan target yang lebih ambisius untuk mengurangi emisi karbon sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri atau 43,2 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.


Itu dibandingkan dengan janji Perjanjian Paris 2015 untuk mengurangi emisi sebesar 29 persen atau 41 persen dengan bantuan internasional.


"Kuota akan ditetapkan paling lambat 31 Januari. Setelah mendapat kuota, pelaku usaha wajib melakukan perdagangan karbon," kata Pejabat Kementerian Energi Mohamad Priharto Dwinugroho.


Tahap pertama perdagangan karbon akan mencakup pembangkit listrik batu bara dengan kapasitas minimal 100 megawatt yang terhubung langsung ke jaringan listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN), menurut Dadan Kusdiana, seorang pejabat senior kementerian.


Ada 99 pembangkit batu bara dengan kapasitas terpasang gabungan 33,6 gigawatt (GW) yang mungkin bergabung dalam perdagangan karbon tahun ini, menurut data kementerian.


Pembangkit listrik yang mengeluarkan karbon lebih kecil dari kuotanya dapat memperdagangkan sisa jatahnya dengan pembangkit yang emisinya melebihi kuotanya.


Perusahaan yang tidak menerapkan perdagangan karbon akan diberikan alokasi emisi yang lebih rendah untuk tahun depan.


Indonesia mengizinkan perdagangan karbon langsung di antara para penghasil emisi dan pihak berwenang berencana meluncurkan pertukaran karbon tahun ini.


Di bawah undang-undang tahun 2021, Indonesia seharusnya memungut pajak atas emisi karbon di atas kuota oleh pembangkit listrik pada April 2022, tetapi ditunda karena kekhawatiran tentang daya beli.


Pihak berwenang sedang mempelajari pertukaran karbon dan belum membentuk lembaga yang dapat memantau dan memvalidasi emisi.

Berita Berikutnya Berita Sebelumnya